Kedaulatan dan Keamanan Digital Nasional, Bagaimana Mewujudkannya ?
Kehidupan dunia saat ini berada pada dua dunia yang blended (bercampur) yaitu dunia nyata dan dunia maya, dimana dua dunia kehidupan itu bisa saling mempengaruhi bahkan tidak bisa terpisahkan.
Sebagai contoh data digital kita dicuri oleh orang lain dan digunakan untuk melakukan kejahatan maka kehidupan dunia nyata kitapun akan terganggu karena kita harus berurusan dengan aparat penegak hukum.
Kemajuan teknologi digital membuat kita semua harus belajar bagaimana menjalani kehidupan dunia maya yang kini tidak terpisahkan dari gegap gempitanya roda kehidupan manusia.
Dunia digital yang terbentang tanpa batas di hadapan kita menjanjikan begitu banyak peluang, dari mulai ekonomi, sosial sampai dengan kejahatan.
Saat ini teknologi deepfake lagi digandrungi pihak-pihak tertentu dengan tujuan untuk membuat berita hoax seperti nyata karena dengan deepfake kita bisa membuat video palsu dengan gerakan bibir dan suara seperti orang aslinya.
Kita bisa bayangkan apabila deepfake dipakai untuk memenangkan calon tertentu dalam pilpres 2024 nanti.
Calon pesaing bisa dibuatkan video yang berpotensi membuat marah masyarakat dengan teknologi tersebut, sehingga calon tersebut berpotensi kalah dari persaingan.
Dengan teknologi ini, bahkan orang yang asli pun tidak dapat membuktikan perbedaan dengan dirinya sendiri walaupun dia tahu yang di video tersebut bukanlah dirinya.
Dengan begitu canggihnya teknologi dan dengan kondisi literasi masyarakat yang minim, kita bisa bayangkan apa yang akan terjadi.
Diluar dari soal deepfake yang menurut hemat saya sangat berpotensi digunakan pada pilpres dan pilkada serentak tahun 2024 nanti, ada banyak hal yang harus kita fikirkan yang menyangkut Kedaulatan dan tentunya keamanan digital nasional.
Peristiwa pembobolan data yang terjadi secara beruntun belum lama ini hendaknya menjadi alarm bagi kita semua bahwa kita semua harus bersiap menghadapi resiko kehidupan dunia digital.
Kita bisa bayangkan kalau yang diganggu adakah system perbankan, e commerce ataupun pasar saham (IDX), tentunya efek ekonomi yang harus ditanggung sangatlah besar.
Apakah sistem pengamanan IT pada institusi yang saya sebutkan tersebut sudah bisa dipastikan aman?
Menurut saya, itu masih harus dipertanyakan.
OJK memang memberikan ketentuan mengenai pengamanan IT perbankan dan sistem keamanan di Bank pun di test oleh pihak independen, tapi sekali lagi apakah itu sudah berarti aman?
Saya analogikan dengan rumah yang mempunyai 3 pintu dan 12 jendela.
Pencuri yang berniat untuk mencuri pada rumah tersebut pastinya akan mencari kelemahan sistem keamanannya sehingga dia bisa masuk dan melaksanakan niatnya.
Bisa saja dia masuk dari genteng tetangga sebelah rumah atau bahkan bisa dia mencari informasi dengan mendekati pembantu rumah tangga pada rumah tersebut sehingga dia bisa masuk rumah.
Tes yang dilakukan oleh pihak independen atas keamanan sistem IT kemungkinan besar hanyalah tes pesanan sekedar menenuhi ketentuan OJK. Skenarionya dibuatkan justru oleh pihak bank agar bisa dinilai aman. Jadi kalau kembali ke analogi saya, pencurinya hanya diminta membobol pintu kedua dan jendela nomor 6,,8 dan 10.
Mengapa, karena kalau dilakukan test yang komprehensif akan memakan biaya yang besar dan mungkin perbaikan yang diperlukan setelah test juga memerlukan biaya yang besar, sementar sebagai direktur Bank, mereka juga dituntut memberikan keuntungan yang maksimal oleh pemilik banknya dalam setiap RUPS.
Belum lagi faktor persaingan bisnis bank dan masyarakat (konsumen) yang kurang memikirkan aspek keamanan sebelum itu terjadi pada dirinya sendiri.
Dengan kondisi seperti itu maka bagi entitas bisnis yang melakukan pengamanan infrastruktur IT nya dengan baik akan kurang kompetitif dibanding dengan pesaing yang kurang memikirkan faktor keamanan.
Dengan contoh kondisi yang seperti saya sebutkan diatas maka kita semua harus menyadari bahwa dunia digital kita masih jauh dari kata aman.
Pengamanan dari sisi regulator juga masih belum sepenuhnya bisa diandalkan.
Johnny Plate betul dengan mempersiapkan talenta digital bahkan memberikan beasiswa untuk melanjutkan ke universitas ternama di dunia. Semoga saat mereka lulus nanti bisa memperkuat kedaulatan dan keamanan digital nasional.
Kegiatan literasi digital yang terus dilakukan oleh Kominfo juga sebuah tindakan yang patut diapresiasi karena masyarakat kita haruslah mengembangkan literasi digital termasuk literasi keamanan digital.
Kemendikbud juga sudah harus menjadikan literasi digital sebagai muatan pembelajaran dari tingkat dasar yang dilanjutkan ke tingkat menengah dan tinggi.
Salah satu hambatan yang nyata menurut saya adalah Ego Sektoral.
Ego ini jelas harus dihilangkan walaupun tentunya tidak mudah.
Saya sangat setuju dengan apa yang pernah dikatakan oleh Presiden Joko Widodo bahwa Ideologi Pancasila harus menjadi dasar dari tindakan kita dalam bernegara.
Tentunya ini perlu dibuat nyata termasuk perangkat hukum yang harus menghukum para individu yang anti Pancasila karena mereka adalah penghianat bangsa.
Oleh : Roedy S. Widodo (Spartan Indonesia)
Editor : Simeon Sion / Humas Polres Kupang.