Disrupsi Informasi, Kemanakah Polisi ?
Tanpa disadari, kita telah memasuki era digital yang ditandai dengan pesatnya perkembangan teknologi informasi. Era ini membawa kita ke dalam era disrupsi informasi, di mana berbagai jenis aplikasi berbasis internet menghadirkan jutaan informasi dalam hitungan menit. Dengan kecanggihan smartphone, siapa pun dapat memproduksi, mengedit, mereproduksi, dan menyebarluaskan informasi secara bebas.
Karakteristik Media Baru dan Lama
Media internet, yang juga dikenal sebagai media baru, memiliki karakteristik yang berbeda dengan media lama seperti TV dan radio. Internet menawarkan kemudahan dalam berinteraksi sosial dengan masyarakat dari seluruh belahan dunia tanpa dibatasi oleh ras, suku, agama, atau bahasa. Informasi dapat disebarluaskan secara bebas tanpa mengenal batas waktu dan tempat, hanya dalam genggaman tangan.
Kondisi ini berbeda dengan media lama, yang memiliki keterbatasan waktu dan tempat karena harus menyesuaikan dengan aturan dan wilayah yang ada. Dalam hal penyebaran informasi, media baru jauh lebih luas dan cepat dibandingkan media lama. Misalnya, jika ada konten negatif, media lama dapat melakukan pencegahan, sedangkan pada media baru, konten tersebut dapat tersebar luas dengan cepat.
Tantangan Bagi Polri
Di tengah era disrupsi informasi ini, muncul pertanyaan: Kemana Polisi? Bagaimana peran Polri dalam menghadapi tantangan ini? Menyadari urgensi dan dampak disrupsi informasi, Polri telah mengambil langkah-langkah strategis untuk menanggulangi tantangan ini.
Strategi Polri sesuai Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2023
Kapolri Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si, telah menetapkan Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Kehumasan di Lingkungan Polri. Pasal 3 dari peraturan tersebut mengatur bahwa setiap anggota Polri, dari pangkat jenderal hingga tamtama, mengemban tugas kehumasan. Tugas kehumasan ini mencakup peran aktif dalam setiap informasi yang berkembang di media sosial.
Peran yang dilakukan oleh anggota Polri adalah memberikan penyeimbang dalam setiap informasi yang tidak sesuai dengan fakta. Ini mencakup berbagai langkah konkret, antara lain:
Pertama, Pemantauan Media Sosial ; anggota Polri wajib aktif memantau informasi yang berkembang di media sosial untuk mendeteksi dan menangkal penyebaran informasi yang tidak sesuai fakta atau berpotensi menimbulkan keresahan.
Kedua, Edukasi Publik ; Polri melibatkan diri dalam edukasi publik tentang pentingnya verifikasi informasi sebelum menyebarkannya, serta mengenali dan menghindari berita hoaks.
Ketiga, Kerjasama dengan Platform Digital: Polri menjalin kerjasama dengan platform media sosial dan penyedia layanan internet untuk mempercepat proses identifikasi dan penanganan konten negatif.
Keempat, Pelatihan Anggota Polri: Memberikan pelatihan kepada anggota Polri tentang penggunaan media sosial secara efektif dan etis, serta teknik-teknik verifikasi informasi.
Kelima, Kampanye Publik: Melakukan kampanye publik yang berkelanjutan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang dampak negatif dari informasi yang tidak valid dan pentingnya mendukung informasi yang benar dan akurat.
Dalam era disrupsi informasi ini, Polri tidak hanya berperan sebagai penegak hukum tetapi juga sebagai penyeimbang informasi yang berkembang pesat di era digital. Dengan strategi yang telah ditetapkan, Polri diharapkan dapat menciptakan lingkungan informasi yang lebih sehat dan terpercaya bagi masyarakat Indonesia. Langkah-langkah ini menunjukkan komitmen Polri untuk melindungi masyarakat dari dampak negatif disrupsi informasi dan memastikan keamanan serta ketertiban di dunia digital.
Oleh : Bripka Simeon Sion/Seksi Penmas Polres Kupang