Hati-hati ! Masa Kampanye Bisa Jadi Masa Penyebaran Paham Kebencian !

Hati-hati ! Masa Kampanye Bisa Jadi Masa Penyebaran Paham Kebencian !

Oleh Ipda Warda Aulia Rachma, S. Tr.K  / Kasubsatgas Pemantauan dan Viralisasi Operasi Mantap Brata Turangga 2023-2024 Polres Kupang, Polda NTT.

Tidak bisa dipungkiri saat ini negara kita tengah menyongsong tahun politik, selepas tahun 2019 lalu untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden serta anggota legislatif.
Tanpa disadari saat ini kita sudah memasuki salah satu tahapannya yaitu  masa kampanye yang digelar selama 75 hari sesuai jadwal Komisi Pemilhan Umum sebagaimana tertuang dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum nomor 15 tahun 2023 tentang Pemilu 2024 terhitung mulai tanggal 28 November 2023 sampai dengan 10 Februari 2024, meski dibagi dalam dua sistem yaitu rapat terbatas dan rapat umum.

Dimasa kampanye ini, para kontestan berlomba-lomba melakukan berbagai cara guna menarik simpati publik (pemilih) untuk memilih mereka. Sebagai bentuk atau praktek demokrasi, suara pemilih tentu menentukan kemenangan. Singkatnya, semakin banyak suara atau dukungan yang didapat, maka ia akan memenangkan pemilu. Dengan demikian, selanjutnya si pemenang akan mendapatkan kursi kekuasaan dalam pemerintahan lima tahun kedepannya.

Pada masa-masa kampenye kita bisa membaca warna politik dinegeri kita yang cukup beraneka. Kita melihat adanya proses kampanye yang tidak sehat dan penggunaan cara-cara radikal yang barangkali karena adanya salah paham atau penyebab lainnya kadang terjadi. Meski relatif kecil tapi sebenarnya ini bisa memicu konflik komunal.
Meski masih dalam level wajar, proses kampanye politik dari tahun ketahun di Indonesia hingga kali ini masih berjalan sebagaimana mestinya. Kendati terkadang kita temui adanya kampanye hitam. Dalam kampanye politik, hal yang paling signifikan adalah tentang pesan-pesan yang disampaikan oleh kandidat. Masing-masing berusaha membawa tema atau topik tertentu untuk ditawarkan pada masyarakat.

Realita yang sering kita jumpai di dalam perkembangan sosial seperti itu, kita perlu tahu apa sebenarnya esensi dari kampanye politik. Sebagai pelajar politik, kita perlu mengetahui dari sudut pandang teori dan praktek.
Yang menjadi pertanyaan, mengapa kampanye itu penting ? Bagaimana pesan dalam kampanye disampaikan kepada masyarakat? Dan yang terakhir, strategi apa yang dilakukan agar kampanye politik dapat berhasil ?
Signifikansi pentingnya kampanye sebenarnya dapat diketahui manakala kita memahami pengertian kampanye politik itu sendiri. Kampanye politik adalah upaya terorganisir yang berusaha mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam kelompok tertentu. Dalam demokrasi, kampanye politik sering mengacu pada kampanye pemilu, di mana calon atau kandidat pemimpin dipilih. 

Dalam politik modern, kampanye politik yang paling menonjol difokuskan pada pemilihan umum dan kandidat untuk kepala negara atau kepala pemerintahan. Contoh yang paling kentara adalah pemilihan presiden atau kepala Negara. Kita dapat lihat masing-masing calon dan pendukung saling mengampanyekan pihak masing-masing.
Menurut Rice dan Paisley menyebutkan bahwa kampanye adalah keinginan untuk mempengaruhi kepercayaan dan tingkah laku orang lain dengan daya tarik yang komunikatif. Kampanye politik merupakan bentuk komunikasi politik yang dilakukan oleh sekelompok orang, seseorang atau organisasi politik di waktu tertentu dengan maksud untuk memperoleh dukungan politik dari masyarakat.

Pengertian kampanye berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah pada pasal 1 angka 26 adalah “kegiatan Peserta Pemilu untuk meyakinkan para pemilih dengan menawarkan visi, misi, dan program Peserta Pemilu”.
Menurut Rogers dan Storey (1987), kampanye adalah sejumlah tindakan komunikasi terencana yang bertujuan menciptakan akibat atau efek tertentu kepada khalayak dalam jumlah yang besar dan dikerjakan secara terus menerus pada waktu tertentu.

Pada dasarnya kampanye terdiri dari beberapa jenis. Surat keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) nomor 35 tahun 2004, kampanye terdiri dari sembilan  jenis/bentuk  yaitu Debat publik / debat terbuka antar calon,Kegiatan lain yang tidak melanggar peraturan perundang-undangan, Pemasangan alat peraga di tempat umum, Penyebaran bahan kampanye kepada umum,  Penyebaran melalui media cetak dan media elektronik, Penyiaran melalui radio dan atau televisi,  Pertemuan Terbatas, dan Rapat umum,serta Tatap muka dan dialog.
Beragam bentuk dan jenis kampanye diatas hemat penulis bisa menimbulkan beberapa kerawanan yang mengarah kecurangan, salah satunya penaburan benih kebencian  sebagai pemicu konflik.

Menyiasati kejadian tersebut, Polri perlu mencermati langkah mana yang harus diambil guna mencegah potensi-potensi gangguan yang terjadi.
Pertama, membangun sistem intelijen yang efisien untuk memantau potensi ancaman terhadap keamanan pemilu. Kegiatan ini memang tak pernah terlepas dari tubuh Polri. Banyak kasus terungkap berkat kerja intelijen dinegeri kita, namun bila tidak bermodalkan profesionalitas atau dikangkangi politik tertentu bisa saja aksi deteksi dini (early detection)nya  tidak berhasil. Kedua, meningkatkan kerjasama dan koordinasi antara kepolisian, badan pemilihan, dan instansi terkait lainnya. Kolaborasi lembaga-lembaga ini bisa mencegah secara dini potensi konflik yang bakal terjadi.
Ketiga, meningkatkan kegiatan rutin Polri serta himbauan kamtibmas untuk meningkatkan pemahaman akan proses pemilu, pentingnya partisipasi damai, dan pengetahuan mengenai hukum pemilu serta informasi hoax yang merusak persatuan dan kesatuan bangsa. Melalui himbauan, Polri bisa membangun strategi komunikasi yang efektif untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat. Komunikasi yang baik dapat membantu meredakan ketegangan dan mengurangi ketidakpastian. Keempat, menegakkan hukum secara tegas terhadap setiap pelanggaran atau tindakan kriminal yang terkait dengan pemilu, seperti penyebaran hoaks, intimidasi, atau pemalsuan dokumen. Kelima, melaksanakan pengamanan proses kampanye baik secara terbuka maupun tertutup dengan penempatan personel kepolisian saat berjalannya kampanye. Keenam, melibatkan partai politik, kelompok masyarakat, dan tokoh-tokoh lokal dalam proses konsultasi dan dialog. Ini dapat membantu menciptakan atmosfer damai dan meredakan ketegangan politik. Ketujuh , menyiapkan rencana tanggap darurat untuk merespons dengan cepat setiap perkembangan situasi mengancam keamanan pemilu yang dapat selama tahapan. Kedelapan, rutin memantau aktifitas media sosial untuk mendeteksi dan menanggapi cepat isu-isu atau hoaks yang dapat merusak suasana pemilu.

Bila tidak dicermati dengan baik, slogan kebencian akan terus berkembang ditengah masyarakat yang kemudian akan mengakar pada tatanan kehidupan sosial.

Editor : Bripka Simeon Sion / Humas Polres Kupang