Tingginya Curah Hujan dan Rendahnya Mitigasi Bencana: Ancaman Serius bagi Kehidupan
Opini : Ipda Nadhira Bella Shafira, S.Tr.K. Kanit Regident Satuan Lalu Lintas Polres Kupang.
Indonesia, sebagai negara kepulauan dengan iklim tropis, kerap menghadapi ancaman dari tingginya curah hujan. Curah hujan yang tinggi sering kali membawa dampak buruk, seperti banjir dan tanah longsor, yang mengakibatkan kerugian besar baik material maupun korban jiwa. Masalah ini diperparah oleh rendahnya mitigasi bencana, yang membuat banyak nyawa melayang sia-sia.
Mitigasi bencana merupakan serangkaian upaya yang dilakukan untuk mengurangi risiko dan dampak dari bencana alam. Sayangnya, di Indonesia, upaya ini masih sering kali belum optimal. Ketidaktersediaan infrastruktur yang memadai, kurangnya kesadaran masyarakat, dan minimnya koordinasi antar lembaga menjadi penyebab utama lemahnya mitigasi bencana di negara ini.
Sebagai perbandingan, Jepang merupakan contoh negara yang berhasil melakukan mitigasi bencana dengan baik. Negara ini dikenal dengan berbagai inovasi dalam menghadapi bencana alam, terutama gempa bumi dan tsunami. Jepang telah mengembangkan teknologi canggih, seperti sistem peringatan dini dan bangunan tahan gempa, serta mengedukasi masyarakatnya tentang pentingnya kesiapsiagaan bencana. Pendekatan holistik ini telah berhasil mengurangi jumlah korban dan kerugian yang diakibatkan oleh bencana alam.
Para ahli sepakat bahwa mitigasi bencana yang efektif memerlukan kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Dr. Sutopo Purwo Nugroho, mantan Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB, pernah menyatakan bahwa "mitigasi bencana bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga memerlukan partisipasi aktif dari seluruh elemen masyarakat." Sementara itu, Prof. Imam Prasodjo, seorang sosiolog, menekankan pentingnya pendidikan dan kesadaran masyarakat dalam menghadapi bencana. "Kita harus mengubah cara pandang masyarakat dari reaktif menjadi proaktif terhadap bencana," ujarnya.
Dengan meningkatkan mitigasi bencana melalui edukasi, teknologi, dan infrastruktur, kita dapat meminimalkan dampak dari tingginya curah hujan dan bencana lainnya. Belajar dari negara-negara yang telah berhasil, seperti Jepang, menjadi langkah penting untuk mencegah lebih banyak nyawa hilang sia-sia di masa depan.
Berkaca dari beberapa bencana alam yang terjadi di Kabupaten Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur diawal tahun 2025 ini, sebut saja tewasnya dua warga di Kecamatan Kupang Timur akibat tersambar petir dan terjadinya longsor di Kecamatan Fatuleu, hemat penulis itu karena rendahnya mitigasi bencana.
Tewasnya dua warga akibat tersambar petir saat memindahkan ternak sapinya, serta merta terjadi karena rendahnya pengetahuan masyarakat akan bahaya yang akan terjadi disaat hujan dan petir didaerah terbuka seperti persawahan atau padang.
Yang kedua tanah longsor akibat abrasi air sungai Lili di Kecamatan Fatuleu Kabupaten Kupang yang nyaris memutuskan jalur trans Timor yang menghubungkan negara Indonesia dengan Timor Leste.
Seandainya masyarakat peka dengan kondisi alamnya, pasti sudah jauh-jauh hari berkoordinasi dengan pemerintah untuk melakukan pengalihan arus air yang mengarah kebadan jalan Timor Raya. Beruntung semenjak badan jalan dilokasi tersebut longsor, hujan tidak turun lagi hingga hari ini sehingga memudahkan pihak BPJN melakukan pengerjaan.
Diakhir tulisan ini, penulis mengajak pembaca budiman untuk menanamkan mitigasi dalam diri terhadap berbagai kemungkinan bencana, sehingga kita selamat.
editor/dok : Simeon Sion/Subsipenmas Seksi Humas Polres Kupang.