Pemilu, Provokasi dan Pentingnya Menjaga Indonesia Damai
Tentu saja kita semua perlu bersyukur, pemilu 2024 telah berjalan dengan lancar dan damai. Meski pada prakteknya banyak yang menduga adanya praktek kecurangan. Namun tentu saja semuanya itu harus menjadi kewenangan lembaga terkait, agar terus melakukan penyelidikan, untuk memastikan ada atau tidak dugaan pelanggaran tersebut. Tak lama kemudian muncul narasi penolakan hasil pemilu. Hal inilah yang kemudian informasinya menjadi liar. Kok bisa? Karena yang terjadi adalah mulai munculnya kelompok intoleran dan radikal, yang mendompleng sentimen pilpres ini, untuk menyebarkan provokasi.
Sebagai generasi yang melek digital, tentu kita tidak boleh begitu saja percaya dengan informasi yang berkembang. Kita harus melakukan cek dan ricek terlebih dulu, agar tidak mudah termakan informasi yang menyesatkan. Satu hal yang harus kita samakan mindsetnya adalah, bahwa pemilu merupakan salah satu intrumen yang kita sepakati, untuk mendapatkan calon pemimpin negeri ini. Yang perlu kita jaga adalah bagaimana pemilu berjalan jujur, adil dan tidak ada kecurangan.
Dan konsekwensi dari sebuah pemilu adalah menang dan kalah. Dan pihak-pihak yang bertarung dalam pemilu, harus menyiapkan mentalnya. Harus siap untuk menang, dan siap untuk kalah. Begitu juga dengan para pendukungnya. Jika kita semua sudah mempunyai mindset yang sama, harapannya tidak ada lagi yang protes karena kalah. Karena yang terjadi umumnya adalah pihak yang kalah selalu menghembuskan kecurangan setelah pencoblosan dan penghitungan suara.
Di titik inilah biasanya provokasi akan terus bermunculan. Dan di titik ini pula, bisanya kelompok radikal terus mendompleng, untuk menyebarkan provokasi kebencian. Mereka terus mendeligitimasi hasil pemilu, karena dianggap bertentangan dengan yang mereka yakini. Mereka juga akan terus mencari dalil pembenaran, untuk membenarkan pemahamannya yang menyesatkan tersebut. Bagi masyarakat yang tingkat literasinya rendah, tentu akan mudah menjadi korban provokasi.
Jika narasi kecurangan ini terus digoreng dan dibesarkan tanpa disertai dengan data dan fakta, tidak menutup kemungkinan potensi konflik akan terjadi. Jika konflik yang terjadi, maka Indonesia yang kaya akan segalanya ini akan hancur begitu saja. Bukan hancur karena penjajah. Tapi hancur karena ulah masyarakatnya sendiri. Hancur karena ego masyarakatnya sendiri.
Ingat, ratusan tahun para pendahulu kita pernah hidup dalam era penjajahan berkepanjangan. Ketika itu saja, dalam kondisi dibawah penjajahan, sulit sekali untuk mewujudkan persatuan. Antar sesama bisa saling curiga, karena terprovokasi politik adu domba para penjajah. Tidak hanya saling hasut, bahkan bisa saling bunuh. Tanpa disadari, hal tersebut masih terjadi hingga saat ini. Jika dulu mungkin dikenal dengan politik adu domba, saat ini berkembang menjadi ujaran kebencian.
Karena itulah, menjadi tugas kita bersama untuk mencegah terjadinya perpecahan di negeri ini. Dalam konteks pilpres 2024 ini, provokasi begitu mengemuka. Baik sebelum atau setelah pilpres. Antar sesama bisa saling hujat, hanya karena berbeda pilihan politik. Kini, narasi penolakan hasil pemilu dihembuskan. Orang dari berbagai latar belakang dan berbagai kepentingan, memanfaatkan sentimen ini untuk saling menyerang. Mari introspeksi. Jangan sampai era penjajahan terulang. Antar sesama bisa saling hujat, saling bunuh, saling menebar kebencian, hanya karena provokasi. Salam damai.
Konten ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Pemilu, Provokasi dan Pentingnya Menjaga Indonesia Damai", Klik untuk baca:
https://www.kompasiana.com/sri.nuraini/65d791d8de948f158578b372/pemilu-provokasi-dan-pentingnya-menjaga-indonesia-damai
Kreator: Sri Nuraini
Diedit kembali oleh Bripka Simeon Sion / Humas Polres Kupang.